Rabu, 19 Oktober 2011

Pernikahan Cinderella Para Bangsawan Dunia



GKR Bendara menikahi dengan Achmad Ubaidillah.
Siapa tidak tahu dongeng Cinderella? Kisah gadis dari kalangan biasa yang menikah dengan seorang putera mahkota kerajaan ini yang begitu digemari tidak hanya oleh anak-anak namun juga orang dewasa, itu tak lagi sekedar dongeng.

Pernikahan ala dongeng Cinderella juga berlangsung di Indonesia. Warga Jogjakarta khususnya, dan dunia ikut menjadi saksi pernikahan kerajaan ala kisah Cinderella, yaitu pernikahan putri bungsu Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Bendara, dengan Achmad Ubaidillah, Selasa (18/10).

Meski tak 100 persen mirip, penikahan antara Gusti Kanjeng Ratu yang masih memiliki keturunan darah biru dari para raja-raja Mataram dan Achmad Ubaidillah yang sama sekali bukan keturunan raja Ubaidillah kini ‘naik derajat’ dengan gelar bangsawan Kanjeng Pangeran Haryo Yudanegara yang diberikan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Kanjeng Pangeran Haryo Yudanegara  atau Achmad Ubaidillah saat ini bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Sekretariat Wakil Presiden, Jakarta. Sejak Maret lalu, alumnus Pascasarjana Institut Ilmu Pemerintahan ini menjabat Kepala Sub Bidang (Kasubbid) Komunikasi Politik Bidang Media Cetak.

Orangtua Ubaidillah yang asli asal Lampung tapi fasih berbahasa Jawa ini adalah pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan ibu yang sudah pensiun dari Kantor Kementerian Agama.
Sri Sultan Hamengku Buwono X sendiri tidak mempersoalkan siapa orangtua Achmad Ubaidillah dan Achmad Ubaidillah sendiri. “Tidak ada masalah,” ujar Sri Sultan.     

Pernikahan antara para bangsawan dengan mereka yang selama ini dianggap sebagai kawulo alit pun akhirnya diresmikan kemarin.

Kisah dan prosesi perkawinan kerajaan seperti yang terjadi di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat juga terjadi di beberapa negara lain.

Raja Bhutan, Jigme Khesar Namgyel Wangchuck, yang berusia 31 tahun, lulusan Universitas Oxford itu baru saja menikahi gadis dari kalangan rakyat biasa, Jetsun Pema, mahasiswi berusia 21 tahun, Kamis (13/10) lalu.
Pema, perempuan kelahiran 4 Juni 1990, adalah mahasiswi Regents College di London, Inggris, sedangkan ayahnya, Dhondup Gyaltshen, pilot pesawat terbang komersil.

Perkawinan Jigme Wangchuk itu sangat megah untuk ukuran Bhutan, satu kerajaan di puncak dunia, di Pegunungan Himalaya. Dalam prosesi perkawinan secara Buddha, kesakralan perkawinan itu sangat merasuk ke atmosfer kerajaan itu. Sama halnya saat prosesi pernikahan Keraton Jogjakarta.

Mungkin sulit membayangkan kebesaran upacara perkawinan bangsawan Kerajaan Bhutan. Paling mudah diingat adalah pernikahan megah keluarga Kerajaan Inggris Raya, antara Pangeran William, putera pertama Pangeran Charles dan mendiang Puteri Diana, dan Kate Middleton, seorang perempuan biasa bukan berdarah biru pada 29 April 2011 lalu. Kate yang mendadak tenar itu teman satu kampus William di Universitas St Andrews.
Karena resmi menjadi anggota keluarga kerajaan (noble family), Kate diberi gelar Duchess of Cambridge oleh Istana Buckingham.

Seperti halnya status sosial antara Gusti Kanjeng Ratu Bendara-Achmad Ubaidillah,  orangtua Kate sudah pasti bukanlah keturunan kerajaan. Ibu Kate adalah mantan pramugari British Airways, sementara ayahnya mantan awak darat maskapai penerbangan itu, yang akhirnya membuka usaha menjual perlengkapan dan dekorasi pesta.
Lebih dekat lagi dengan kita adalah perkawinan di kekaisaran tertua di dunia yang masih bertahan sampai saat ini. Tahta Seruni di Istana Akasaka, Tokyo, juga mengalami hal serupa saat Putri Sayako menikahi seorang pria dari kalangan rakyat biasa.

Sayako atau Puteri Nori, anak bungsu pasangan Kaisar Akihito dan Puteri Michiko, menikahi Yoshiki Kuroda, seorang pegawai pemerintah Metropolitan Tokyo, pada 15 November 2005. Putri Jepang meninggalkan tahta dan tidak lagi mewarisi status keluarga Kekaisaran Jepang. Dia kemudian bernama Kuroda Sayako.

Hal itu sesuai dengan Konstitusi Kekaisaran Jepang dan hukum di lingkungan Istana Akasaka, yang menyatakan bahwa siapapun perempuan anggota kerajaan yang menikahi rakyat biasa, harus meninggalkan kekaisaran.
Jika William dan Kate, belum cukup, maka masih ada lagi kisah serupa di Kerajaan Swedia, Denmark, Spanyol, Belanda, dan Norwegia. Agaknya perkawinan antara anggota keluarga berdarah biru dengan warga biasa semakin menjadi kelaziman di mana-mana.

Victoria, putri mahkota dari kerajaan Swedia menikahi Daniel Westling, di Katedral Stockholm, pada 19 Juni 2010. Wrestling adalah pelatih pribadi sang putri; kiranya sesuai dengan peribahasa Jawa withing tresna jalaran saka kulina (jatuh cinta karena terbiasa berjumpa). Pernikahan mereka juga pas dengan peringatan ke-34 perkawinan orangtua Victoria.

Begitupula Kerajaan Spanyol juga menikahkan Pangeran Felipe dengan mantan jurnalis CNN, Letizia Ortiz Rocasolano meski pernikahan yang dilangsungkan pada 22 Mei 2004 di Madrid itu akhirnya berujung pada perceraian.
Pangeran Belanda, Willem Alexander, menikahi bankir investasi asal Argentina, Maxima Zorreguieta, pada 22 Februari 2002. Sementara itu, pernikahan kontroversial antara anggota kerajaan dengan rakyat biasa terjadi di Norwegia. (ins/sp)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons